Rabu, 25 April 2012

Makalah PPKn


BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat, maka perkembangan kehidupan kenegaraan Indonesia pun juga ikut mengalami perubahan yang begitu besar terutama berkaitan dengan gerakan reformasi, perubahan Undang-Unadang termasuk amandemen Undang-Undang Dasar 1945, serta Tap. MPR NO. XVIII/MPR/1998, yang menetapkan mengembalikan kedudukan Pancasila pada kedudukan semula, yaitu sebagai dasar negara. Hal ini menimbulkan berbagai penafsiran yang bermacan-macam, akibatnya akhir-akhir ini bangsa Indonesia menghadapi krisis Ideologi.

Oleh karena itu diharapkan kalangan intelektual terutama mahasiswa sebagai calon pengganti pemimpin bangsa di masa mendatang harus mampu memahami makna serta kedudukan Pancasila yang sebenarnya, agar nantinya tidak terjebak pada ajang perebutan kekuasaan maka untuk melakukan itu harus dilakukan kajian yang bersifat ilmiah.















2.      Rumusan Masalah

a.       Bagaimana Pancasila sebagai kesepakatan bangsa Indonesia
b.      Bagaimana pengertian Pancasila
c.       Bagaimana pengertian ideologi
d.      Bagaimana jenis-jenis ideologi
e.       Bagaimana faktor pendorong keterbukaan ideologi Pancasila
f.       Bagaimana Pancasila sebagai ideologi bangsa dan Negara Indonesia
g.      Bagaimana Pancasila sebagai ideologi reformatif, dinamis, dan terbuka

3.      Tujuan

a.       Untuk mengetahui pancasila sebagai kesepakatan bangsa Indonesia
b.      Untuk mengetahui pengertian Pancasila
c.       Untuk mengetahui pengertian ideologi
d.      Untuk mengetahui jenis-jenis ideologi
e.       Untuk mengetahui faktor pendorong keterbukaan ideologi Pancasila
f.       Untuk mengetahui Pancasila sebagai ideologi bangsa dan Negara Indonesia
g.      Untuk mengetahui Pancasila sebagai ideologi reformatif, dinamis, dan terbuka









BAB II
PEMBAHASAN

1.   Pancasila sebagai Kesepakatan Bangsa Indonesia
Sebelum membahas lebih jauh tentang Pancasila sebagai idelogi terbuka, terlebih dahulu kita harus memahami bahwa “Pancasila telah menjadi kesepakatan bangsa Indonesia” sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Dengan demikian, siapapun yang menjadi warga negara Indonesia hendaknya menghargai dan menghormati kesepakatan yang telah dibangun oleh para pendiri negara (founding fathers) dengan berupaya untuk terus menggali, menghayati, dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, maupun bernegara.
Pancasila yang sila-silanya diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, telah menjadi kesepakatan nasional sejak ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945, dan akan terus berlanjut sepanjang sejarah Negara Republik Indonesia. Kesepakatan tersebut merupakan perjanjian luhur atau kontrak sosial bangsa yang mengikat warga negaranya untuk dipatuhi dan dilaksanakan dengan semestinya.
Untuk membuktikan bahwa Pancasila merupakan hasil kesepakatan bangsa Indonesia dengan legalitas yang kuat, kiranya perlu dilengkapi dengan justifikasi yuridik, filsafat dan teoritik serta sosiologik dan historik.
  • Justifikasi Yuridik
Bangsa Indonesia secara konsisten untuk selalu berpegang teguh kepada Pancasila dan UUD 1945, sebagaimana yang telah diamanatkan pada rumusan Pancasila ke dalam Undang-Undang Dasar yang telah berlaku di Indonesia dan beberapa Ketetapan MPR Republik Indonesia.
  • Justifikasi Filsafat dan Teoritik
Merupakan usaha manusia untuk mencari kebenaran Pancasila dari sudut olah pikir manusia dan dari konstruksi nalar manusia secara logik. Pada umumnya olah pikir filsafat dimulai dengan suatu aksioma, yaitu suatu kebenaran awal yang tidak perlu dibuktikan lagi, karena hal tersebut dipandang sebagai suatu kebenaran yang hakiki. Para pendiri negara dalam membuktikan kebenaran Pancasila dimulai dengan suatu aksioma bahwa :”Manusia dan alam semesta ini adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dalam suatu partalian yang selaras atau harmoni”. Aksioma ini dapat ditemukan rumusannya dalam Pembukaan UUD 1945 pada aline kedua, keempat, dan pasal 29.
  • Justifikasi Sosiologik dan Historik
Menurut penggagas awal (Ir. Soekarno), bahwa Pancasila digali dari bumi Indonesia sendiri dan dikristalisasikan dari nilai-nilai yang berkembang dalam kehidupan rakyat Indonesia yang beraneka ragam. Nilai-nilai tersebut dapat diamati pada kelompok masyarakat yang tersebar di seluruh Indonesia yang dalam implementasinya disesuaikan dengan kultur masyarakat itu sendiri. Dengan demikian, terlihat jelas bahwa sesungguhnya Pancasila telah menjadi living reality (kehidupan nyata) jauh sebelum berdirinya Negara Republik Indonesia.
Berdasarkan sudut pandang justifikasi filsafat dan teoritik inilah bangsa Indonesia yang memiliki beraneka ragam suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) mampu hidup berdampingan secara damai, rukun dan sejahtera dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika serta dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai perwujudan tersebut, maka bangsa Indonesia dikenal oleh bangsa-bangsa mancanegara sebagai bangsa yang memiliki sifat khas kepribadian (unik), antara lain: ramah tamah, religius, suka membantu sesama (solidaritas), dan mengutamakan musyawarah mufakat.
2.   Pengertian Pancasila
Berikut adalah beberapa pengertian tentang Pancasila, yaitu:
a.       Pengertian Pancasila secara Etimologi

Secara etimologi, istilah Pancasila berasal dari bahasa Sanskerta, dari India (bahasa kasta Brahmana). Adapun bahasa rakyat biasa adalah bahasa Prakerta.
Menurut Muhammad Yamin, dalam bahasa Sanskerta Pancasila memiliki dua macam arti secara leksikal yaitu:
“panca” artinya “lima”
“syila” vocal i pendek artinya “batu sendi”, “alas”, “dasar”
“syiila” vokal i panjang artinya “peraturan tingkah laku yang penting dan baik”.

b.      Pengertian Pancasila secara Historis

Proses perumusan Pancasila diawali ketika sidang BPUPKI pertama. Dalam sidang tersebut dr. Radjiman Widyodiningrat mengajukan suatu masalah, masalah tersebut tentang calon rumusan dasar Negara Indonesia yang akan dibentuk. Kemudian tampil tiga orang pembicara pada sidang tersebut, yaitu Muhammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno.

Pada tanggal 1 Juni 1945 dalam sidang tersebut Ir. Soekarno berpidato secara lisan (tanpa teks) mengenai calon rumusan dasar Negara Indonesia. Kemudian Ir. Soekarno memberikan istilah dasar negara tersebut dengan nama “Pancasila” yang artinya lima dasar, menurut Ir. Soekarno nama itu berikan atas saran dari salah seorang temannya yaitu seorang ahli bahasa.

c.       Pengertian Pancasila secara Terminologi

Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 telah melahirkan Negara Republik Indonesia. Untuk melengkapi alat-alat perlengkapan negara sebagimana lazimnya negara-negara yang merdeka, maka Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) segera mengadakan sidang. Sidang yang dilaksanakan pada tanggal 18 Agustus 1945 tersebut berhasil mengesahkan UUD Negara Republik Indonesia yang dikenal dengan UUD 1945. UUD 1945 terdiri dari dua bagian yaitu pembukaan UUD 1954 dan pasal-pasal.

Dalam pembukaan UUD 1945 terdiri atas empat alenia. Di alenia yang terakhir tercantum rumusan Pancasila. Rumusan Pancasila sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 inilah yang secara konstitusional sah dan benar sabagai dasar Negara Republik Indonesia, yang disahkan oleh PPKI dan mewakili seluruh rakyat Indonesia.


3.      Pengertian Ideologi

Istilah ideologi berasal dari kata “idea” artinya “gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita” dan “logos” yang berarti “ilmu”. Secara harfiah, ideologi berarti ilmu pengertian-pengertian dasar. Dalam pengertian sehari-hari, kata “idea” disamakan dengan “cita-cita”. Cita-cita yang maksud adalah cita-cita yang bersifat tetap yang harus dicapai, sehingga cita-cita yang tetap itu sekaligus merupakan dasar, pandangan, atau faham.

Apabila ditelusuri secara historis, ideologi pertama kali dikemukakan oleh Destutt de Tracy dari Prancis pada tahun 1796. Seperti halnya Leibniz, de Tracy mempunyai cita-cita untuk membangun suatu sistem pengetahuan. Apabila Leibniz menyebutkan impiannya sebagai “one great sistem of truth”, dimana tergabung segala cabang ilmu dan segala cabang ilmiah, maka de Tracy menyebutkan “ideologie”, yaitu “science of ideas”, suatu program yang diharapkan dapat membawa perubahan institusional dalam masyarakat Prancis. Akan tetapi Napoleon mencemoohnya sebagai suatu khayalan belaka, yang tidak mempunyai arti praktis. Hal semacam itu hanya impian belaka yang tidak akan menemukan kenyataan.

Perhatian tentang konsep ideologi setelah itu menjadi berkembang antara lain karena pengaruh Karl Marx. Ideologi menjadi vokabuler penting di dalam pemikiran politik maupun ekonomi. Karl Marx mengartikan ideologi sebagai pandangan hidup yang dikembangkan berdasarkan kepentingan golongan atau kelas sosial tertentu dalam bidang politik atau sosial ekonomi. Ideologi menjadi bagian dari apa yang disebutnya Uberbau atau suprastruktur (bangunan atas) yang didirikan diatas kekuatan-kekuatan yang memiliki faktor-faktor produksi yang menentukan coraknya, dan kebenarannya bersifat relatif, serta semata-mata benar hanya untuk golongan tertentu.

Seperti halnya filsafat, ideologi juga memiliki pengertian yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh dasar filsafat yang anut, karena sesungguhnya ideologi itu bersumber pada suatu filsafat.

Pengertian ideologi secara umum dapat dikatakan sebagai gagasan-gagasan, ide-ide, keyakinan-keyakinan, kepercayaan-kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis, yang menyangkut:
a.       Bidang politik (termasuk di dalamnya bidang pertahanan dan keamanan)
b.      Bidang sosial
c.       Bidang kebudayaan
d.      Bidang keagamaan.

Ideologi negara dalam arti cita-cita negara atau cita-cita yang menjadi basis bagi suatu teori atau sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat   dan bangsa yang bersangkutan pada hakikatnya merupakan asas kerohanian yang memiliki ciri-ciri antara lain:
a.       Memiliki derajat yang tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan
b.      Oleh karena itu sebagai asas kerohanian, pandangan dunia, pandangan dunia, pedoman hidup, dan pegangan hidup maka harus dipelihara, dikembangkan, diamalkan, dilestarikan untuk generasi berikutnya, serta diperjuangkan dan dipertahakan dengan kesediaan berkorban.

4.   Jenis-jenis Ideologi
Ideologi suatu negara terbagi menjadi dua macam, yaitu :
a.       Ideologi Tertutup

Ideologi tertutup adalah ajaran atau pandangan dunia atau filsafat yang menentukan tujuan-tujuan dan norma-norma politik dan sosial yang ditetapkan sebagai kebenaran yang tidak boleh dipersoalkan lagi, akan tetapi harus diterima sebagai sesuatu yang sudah jadi dan harus dipatuhi.
Ciri- ciri ideologi tertutup adalah sebagai berikut:
1.  Kebenaran suatu ideologi tertutup tidak boleh dipermasalahkan berdasarkan nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral yang lain.
2. Isinya dogmatis dan apriori sehingga tidak dapat diubah atau dimodifikasi berdasarkan pengalaman, ideologi tertutup tidak mengakui hak masing-masing orang untuk memiliki keyakinan dan pertimbangannya sendiri.
4.   Ideologi tertutup menuntut ketaatan tanpa keengganan.
5. Tidak bersumber dari masyarakat, melainkan dari pikiran elit yang harus dipropagandakan kepada masyarakat.
6.   Bersifat otoriter dan dijalankan dengan cara yang totaliter.
Contoh Ideologi tertutup adalah sebagai berikut:
1.   Ideologi Pasis
Ideologi pasis merupakan pengorganisasian pemerintah/penguasa dan masyarakat secara totaliter oleh kediktatoran suatu partai nasionalis, rasialis, militeris, dan imperialis.
2.   Ideologi Komunis
Ideologi komunis merupakan penerapan ajaran sosialis radikal marxisme-leninisme.
Pokok-pokok ajaran ideologi ini adalah sebagai berikut:
a)   Tidak mempercayai adanya Tuhan (atheisme)
b)  Menyanggah persamaan manusia dan tidak terdapat pengakuan terhadap hak asasi manusia.
c)   Legalitas tindakan kekerasan.
d)  Sistem perekonomian yang sentralistik (diatur oleh pusat).
e)   Kekuasaan dipegang oleh satu golongan.
3.   Ideologi Agama
Ideologi Agama adalah ideologi yang bersumber pada falsafah agama yang termuat dalam kitab suci suatu agama .
Ciri-ciri ideologi ini antara lain:
a)   Urusan negara dan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan hukum agama.
b)   Hanya ada satu agama resmi dalam suatu Negara.
c)   Negara berlandaskan agama.
b.   Ideologi Terbuka
Ideologi terbuka hanya berisi orientasi dasar, sedangkan penerjemahannya ke dalam tujuan-tujuan dan norma-norma sosial politik, selalu dapat dipertanyakan dan disesuaikan dengan nilai serta prinsip moral yang berkembang dimasyarakat.
Ciri-ciri Ideologi terbuka adalah sebagai berikut:
1. Operasional cita-cita yang akan dicapai tidak dapat ditentukan secara apriori, melainkan harus disepakati secara demokratis.
2. Ideologi terbuka bersifat inklusif, tidak totaliter, dan tidak dapat dipakai melegitimasi kekuasaan sekelompok orang.
3.   Ideologi terbuka hanya dapat ada dalam sistem yang demokratis.
4.   Nilai dan cita-citanya berasal dari moral budaya masyarakat itu sendiri.
Contoh ideologi terbuka adala sebagai berikut:
1.      Ideologi Liberal

Ideologi liberal adalah aliran pikiran perseorangan atau individualistik. Ideologi ini tidak dibatasi oleh ajaran-ajaran filsafat. Ajarannya bertitik tolak dari hak asasi yang melekat pada manusia sejak lahir, dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun termasuk penguasa, kecuali atas persetujuan yang bersangkutan.
Ciri-ciri ideologi liberal antara lain:
a)   Mempercayai adanya Tuhan
b)   Mengakui persamaan dasar manusia dan menghargai pemikiran manusia.
c)   Lebih mengutamakan kepentingan individu.
2.   Ideologi Pancasila
Ideologi Pancasila adalah Ideologi yang bersumber dari seluruh nilai-nilai Pancasila yang terdapat pada sila yang satu dengan sila yang lainnya.
Ciri-ciri Ideologi ini antara lain:
a.       Percaya kepada Tuhan yang maha esa
b.      Pemerintahan berdasarkan persetujuan rakyat.
c.       Negara berdasarkan atas hukum.
Negara yang menganut Ideologi Pancasila hanyalah Indonesia.
5.   Faktor Pendorong Keterbukaan Ideologi Pancasila

Faktor yang mendorong pemikiran mengenai keterbukaan ideologi Pancasila adalah sebagai berikut :
a.       Kenyataan dalam proses pembangunan nasional dan dinamika masyarakat yang berkembang secara cepat.
b.      Kenyataan menunjukkan, bahwa bangkrutnya ideologi yang tertutup dan beku dikarenakan cenderung meredupkan perkembangan dirinya.
c.       Pengalaman sejarah politik di masa lampau.
d.      Tekad untuk memperkokoh kesadaran akan nilai-nilai dasar Pancasila yang bersifat abadi dan hasrat mengembangkan secara kreatif dan dinamis dalam rangka mencapai tujuan nasional.

Keterbukaan ideologi Pancasila terutama ditujukan dalam penerapannya yang berbentuk pola pikir yang dinamis dan konseptual dalam dunia modern. Kita mengenal ada tiga tingkat nilai, yaitu nilai dasar yang tidak berubah, nilai instrumental sebagai sarana mewujudkan nilai dasar yang dapat berubah sesuai keadaan dan nilai praktis berupa pelaksanaan secara nyata yang sesungguhnya. Nilai-nilai Pancasila dijabarkan dalam norma-norma dasar Pancasila yang terkandung dan tercermin dalam Pembukaan UUD 1945. Nilai atau norma dasar yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 ini tidak boleh berubah atau diubah. Karena itu adalah pilihan dan hasil konsensus bangsa yang disebut pokok kaidah dasar negara yang fundamental (Staats fundamental norm). Perwujudan atau pelaksanaan nilai-nilai instrumental dan nilai-nilai praktis harus tetap mengandung jiwa dan semangat yang sama dengan nilai dasarnya.

6.   Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia

Sebagai suatu ideologi bangsa dan Negara Indonesia maka Pancasila pada hakikatnya bukan hanya merupakan suatu hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau sekelompok orang sebagaimana ideologi-ideologi lain di dunia, akan tetapi Pancasila diangkat dari nilai-nilai adat-istiadat, nilai-nilai kebudayaan, dan nilai religius yang tetdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk negara, dengan kata lain unsur-unsur yang merupakan materi (bahan) pancasila tidak lain diangkat dari pandangan hidup masyarakat itu sendiri.

Unsur-unsur Pancasila tersebut kemudian diangkat dan dirumuskan oleh para pendiri negara, sehingga Pancasila berkedudukan sebagai dasar negara dan ideologi bangsa dan Negara Indonesia. Dengan demikian pancasila sebagai ideologi bangsa dan Negara Indonesia berakar pada pandangan hidup dan budaya bangsa, bukannya mengangkat atau mengambil ideologi dari bangsa lain. Selain itu juga pancasila bukan hanya merupakan ide-ide atau perenungan dari seseorang saja, yang hanya memperjuangkan suatu kelompok atau golongan tertentu, melainkan pancasila berasal dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa sehingga pancasila pada hakikatnya untuk seluruh lapisan serta unsur-unsur bangsa yang komprehensif. Oleh karena itu, ciri khas Pancasila memiliki kesesuaian dengan bangsa Indonesia.

7.   Pancasila sebagai Ideologi yang Reformatif, Dinamis, dan Terbuka

Pancasila sebagai ideologi tdak bersifat kaku dan tertutup, akan tetapi bersifat reformatif, dinamis, dan terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi pancasila bersifat aktual, dinamis, antisipasif, dan senantiasa mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta dinamika perkembangan aspirasi masyarakat. Keterbukaan ideologi pancasila bukan berarti mengubah nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, namun mengeksplesitkan wawasannya secara lebih konkrit, sehingga memiliki kemampuan yang reformatif untuk memecahkan masalah-masalah yang aktual yang senantiasa berkembang seiring dengan aspirasi rakyat, perkembangan iptek, serta zaman.

Dalam ideologi terbuka terdapat cita-cita dan nilai-nilai yang mendasar yang bersifat tetap dan tidak berubah sehingga tidak langsung bersifat operasional. Oleh karena itu, setiap kali harus dieksplesitkan. Eksplesitasi dilakukan dengan cara menghadapkan pada berbagai masalah yang silih berganti melalui refleksi yang rasional sehingga terungkap makna operasionalnya. Dengan demikian, penjabaran ideologi dilaksana-kan dengan interpretasi yang kritis dan rasional. Sebagai contoh keterbukaan ideologi pancasila dalam kaitannya dengan kebebasan berserikat dan berkumpul, sekarang terdapat 48 partai politik, dalam kaitan dengan ekonomi (misalnya ekonomi kerakyatan), demikian pula dalam kaitannya dengan pendidikan, hukum, kebudayaan, iptek, hankam, dan bidang lainnya.

Berdasarkan uraian tersebut nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi pancasila sebagai ideologi terbuka sebagai berikut:

a.       Nilai Dasar

Yaitu hakikat kelima sila pancasila yaitu Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Nilai dasar tersebut merupakan esensi dari sila-sila Pancasila yang bersifat universal, sehingga dalam nilai dasar tersebut terkandung cita-cita, tujuan, serta nilai-nilai yang baik dan benar. Nilai dasar ideologi tersebut tertuang dalam pembukaan UUD 1945, karena pembukaan UUD 1945 memuat nilai-nilai dasar ideologi pancasila maka pembukaan UUD 1945 merupakan suatu norna dasar yang merupakan tertib hukum tertinggi, sebagai sumber hukum positif sehingga negara memiliki kedudukan sebagai “Staats fundamental norm” atau pokok kaidah negara yang fundamental. Sebagai ideologi terbuka, nilai dasar ini bersifat tetap dan melekat pada kelangsungan hidup negara, sehingga mengubah pembukaan UUD 1945 yang memuat nilai dasar ideologi pancasila tersebut sama halnya dengan pembubaran negara. Nilai dasar tersebut kemudian dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945 yang di dalamnya terkandung lembaga-lembaga penyelenggara negara, hubungan antara penyelenggara negara beserta tugas dan wewenangnya.  

b.      Nilai Instrumental

Merupakan arahan, kebijakan, strategi, sasaran, serta lembaga pelaksananya. Nilai instrumental ini merupakan eksplesitasi, penjabaran lebih lanjut dari nilai-nilai dasar ideologi Pancasila. Misalnya Garis-Garis Besar Haluan Negara yang lima tahun sekali senantiasa disesuaikan dengan perkembangan zaman serta aspirasi masyarakat, undang-undang, departemen-departemen sebagai lembaga pelaksana-an dan lain sebagainya. Pada aspek ini senantiasa dapat dilakukan perubahan (reformatif).

c.       Nilai Praksis

Merupakan realisasi dari nilai-nilai instrumental dalam suatu realisasi pengamalan yang bersifat nyata dalam kehidupan sehari-hari, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.dalam realisasi praksis inilah maka penjabaran nilai-nilai pancasila senantiasa berkembang dan selalu dapat dilakukan perubahan dan perbaikan (reformasi) sesuai dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta aspirasi masyarakat.

Suatu ideologi selain memiliki aspek-aspek yang bersifat ideal yang berupa cita-cita, pemikiran-pemikiran, serta nilai-nilai yang dianggap baik, juga harus memiliki norma yang jelas karena ideologi harus mampu direalisasikan dalam kehidupan praksis yang merupakan suatu aktualisasi secara konkrit. Oleh karena itu, Pancasila sebagai ideologi terbuka secara struktural memiliki tiga dimensi, yaitu:

a.       Dimensi Idealistis

Merupakan nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila yang bersifat sistematis, rasional, dan menyeluruh yaitu hakikat nilai-nilai yang terkandung  dalam sila-sila Pancasila yaitu Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Hakikat nilai-nilai Pancasila tersebut bersumber pada filsafat Pancasila (nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam Pancasila). Karena setiap ideologi bersumber pada suatu nilai-nilai filosofis atau sistem filsafat. Kadar serta idealisme yang terkandung dalam Pancasila mampu memberikan harapan, optimisme, serta mampu menggugah motovasi para pendukungnya untuk berupaya mewujudkan apa yang dicita-citakan.
  
b.      Dimensi Normatif

Yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila perlu dijabarkan dalam suatu sistem norma, sebagaimana terkandung dalam norma-norma kenegaraan dalam pengertian ini Pancasila terkandung dalam pembukaan UUD 1945 yang merupakan norma tertib hukum tertinggi dalam Negara Indonesia serta merupakan Staats fundamental norm (pokok kaidah negara yang fundamental). Dalam pengertian ini agar ideologi Pancasila mampu dijabarkan ke dalam langkah operasional, maka perlu memiliki norma yang jelas.

c.       Dimensi Realistis

Yaitu suatu ideologi harus mampu mencerminkan realitas yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Oleh karena itu, pancasila selain memiliki dimensi nilai-nilai ideal dan normatif maka Pancasila harus mampu dijabar-kan dalam kehidupan masyarakat secara nyata (konkrit) baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam penyelenggaraan negara. Dengan demikian Pancasila sebagai ideologi terbuka tidak bersifat “utopis” yang hanya berisi ide-ide yang bersifat mengawang, akan tetapi suatu ideologi yang bersifat “realistis” artinya mampu dijabarkan dalam segala kehidupan nyata.

Berdasarkan dimesi yang dimiliki oleh Pancasila sebagai ideologi terbuka, maka sifat ideologi Pancasila tidak bersifat “utopis” yaitu hanya merupakan sistem ide-ide belaka yang jauh dari kehidupan sehari-hari secara nyata. Demikian pula ideologi Pancasila bukanlah merupakan suatu “doktrin” belaka yang bersifat tertutup yang merupakan norma-norma beku, melainkan memiliki idealisme, Pancasila bersifat nyata dan reformatif yang mampu melakukan perubahan. Pancasila juga bukan merupakan suatu ideologi yang “pragmatis” yang hanya menekankan pada segi praktis-praktis belaka tanpa adanya aspek idelisme. Maka ideologi Pancasila yang bersifat terbuka pada hakikatnya, nilai-nilai dasar (hakikat sila-sila Pancasila) yang bersifat universal dan tetap, adapun penjabaran dan realisasinya senantiasa dieksplesitkan secara dinamis, reformatif yang senantiasa mampu melakukan perubahan sesuai dengan dinamika aspirasi masyarakat. Hal inilah yang merupakan aspek penting dalam negara sebab suatu negara harus memiliki landasan nilai dasar  dan asas kerohanian yang jelas yang memberikan arahan, motivasi, serta visi bagi bangsa dan negara dalam menghadapi perkembangan dunia yang semakin tidak menentu. Agar proses reformasi yang dewasa ini tidak terjebak pada suatu ajang perebutan kekuasaan oleh kelompok-kelompok yang merupakan kekuatan sosial politik negara, maka sudah seharusnya melakukan revitalisasi ideologi yang merupakan dasar hidup bersama.  

   















BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Pancasila sebagai dasar filsafat dan ideologi bangsa dan Negara Indonesia, tidak terbentuk secara mendadak dan tidak hanya diciptakan oleh seseorang sebagaimana ideologi-ideologi lain di dunia. Akan tetapi, Pancasila terbentuk melalui proses yang sangat panjang dalam sejarah bangsa Indonesia.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila berasal dari bangsa Indonesia sendiri seperti nilai-nila adat-istiadat, kebudayaan, dan nila-nilai religius. Kemudian oleh para pendiri negara Indonesia mengangkat dan merumuskan nilai-nilai tersebut secara musyawarah, mufakat berdasarkan moral yang luhur, antara lain dirumuskan dalam sidang BPUPKI pertama, sidang Panitia Sembilan yang kemudian menghasilkan Piagam Jakarta yang memuat Pancasila pertama kali, kemudian dibahas lagi dalam sidang BPUPKI yang kedua. Setelah kemerdekaan Indonesia sebelum sidang resmi PPKI Pancasila sebagai calon dasar filsafat negara di bahas serta disempurnakan kembali dan akhirnya pada tanggal 18 Agustus 1945 disahkan oleh PPKI sebagai dasar filsafat Negara Republik Indonesia.
Istilah ideologi pertama kali diperkanalkan oleh Destutt de Tracy dari Prancis pada tahun 1796. de Tracy mempunyai harapan dapat membawa perubahan instruksional dalam masyarakat Prancis. Akan tetapi Napoleon mencemoohnya sebagai suatu khayalan belaka, yang tidak mempunyai arti praktis. Karena pengaruh Karl Marx, perhatian kepada ideologi menjadi berkembang lagi. Ideologi menjadi vokabuler penting di dalam pemikiran politik maupun ekonomi.
Sebagai suatu ideologi Pancasila tidak bersifat kaku dan tertutup, akan tetapi Pancasila bersifat reformatif, dinamis, dan terbuka yaitu senantiasa mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta dinamika perkembangan aspirasi masyarakat.
Agar proses reformasi tidak terjebak pada suatu ajang perebutan kekuasaan oleh kelompok-kelompok yang merupakan kekuatan sosial dan politik negara, maka sudah seharusnya kita melakukan revitalisasi ideologi yang merupakan dasar hidup bersama.
DAFTAR PUSTAKA

Bp-7 Pusat. 1994. Bahan Penataran P-4, Pancasila/P-4. Jakarta
Kaelan. 2008. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma
Notonegoro. Pancasila Yuridis Kenegaraan. Fakultas Filsafat. Yogyakarta
Poespowardoyo, Soeryanto. 1991. Pancasila sebagai Ideologi ditinjau dari Segi Pandangan Hidup Bersama, dalam ”Pancasila sebagai Indonesia”, BP-7. Jakarta
Pranarka. 1985. Kesinambungan, Penataan, dan Ideologi, Analisa 1985-9, CSIS. Jakarta
Sumargono, Suryono. Ideologi Pancasila Sebagai Penjelmaan  Filsafat Pancasila dan Pelaksanaannya dalam Masyarakat Kita Dewasa ini. Suatu Makalah Seminar di Fakultas Filsafat UGM
Suseno, Von Magnis. 1987. Etika Politik, Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern. Jakarta: PT. Grahamedia
Wibisono, Siswomihardjo Koento. 1989. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka. Makalah pada Lokakarya Dosen-dosen Pancasila di PTN dan PTS Se Kopertis Wilayah V. Yogyakarta

Rabu, 18 April 2012

Tentang Q.....

Hayyy Temen-Temennn...!!
Kwenaliiinn nihh Aq Yoellainni.
Sekarang aq lagii coba-coba Untuk Nge-Blog. Kalii-kali ajja aq bisa dapett temen yg banyak disisni.
Hehe...
Kaliiian Bantu aku ya,, Ajarin aku nge-Blogggg.

Oya, saat ini aku kuliah di Universitas Mataran, Aku mahasiswa semester IV Jurusan Pendidikan PPKn.